dikampung pohijo

Selamat Datang di BLOG Kampung pohijo yang memuat Informasi Kegiatan dan Prestasi Warga Desa Pohijo Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati Jawa Tengah

Minggu, 06 Maret 2011

MENGUAK RAHASIA DIBALIK MAKANAN TRADISIONAL MOHO


moho siap dipasarkan
            Setiap nama pasti memiliki makna yang berbeda, baik nama seseorang atau nama sejumlah makanan sekalipun. Seperti halnya makanan moho yang sudah lama dikenal oleh masyarakat bahkan sebelum Indonesia merdeka. Makanan satu ini memiliki makna yang cukup unik.Banyak diantara masyarakat kita yang menyebut dengan sebutan yang berbeda – beda. Ada yang menyebut Bolu jowo, Bolu kembang. Tetapi pada komunitas masyarakat Jawa kuno menyebutnya makanan Jilu artinya siji jejer telu ( angka satu berjajar tiga ). Sebuah angka yang dicari banyak orang karena biasanya angka satu sebagai simbul angka prestasi puncak. Terkait dengan Jilu ada diantara mereka menyebutnya dengan moho dan kalau diterjemahkan kedalam aksara jawa MO sama dengan 16 atau 7 dan HO sama dengan l kalau dijumlahkan menjadi 8 ( wolu ) artinya kalau digabungkan dengan Jilu maka mempunyai makna bahwa makanan moho memiliki 8 kelebihan dan 3 diantaranya adalah :
            l. Bentuk : makanan moho mempunyai bentuk yang menarik seperti bentuk bunga yang
moho pak muji
               merekah.
            2. Rupa : warna tampilannya putih kombinasi merah seakan mengundang selera untuk
                Mencicipinya.
            3. Rasa : lebih empuk dan enak terlebih kalau dinikmati dengan secangkir wedang kopi.
Tetapi yang jelas makanan ini pada awalnya datang dari negeri Cina masuk di Indonesia sekitar abat l6. Merambah sampai dipelosok pedesaan melalui para pedagang tenong. Karena itu tidaklah mengherankan jika masyarakat desa mengetahui persis makanan moho ini. Meski demikian tidak banyak yang bisa memproduksinya karena gampang – gampang susah. Nah melirik makanan ini laris manis di pasaran maka Bp Muji dan bu Siti warga desa Pohijo Kec. Margoyoso Kab. Pati melestarikannya dengan memproduksi makanan moho dengan harapan disamping makanan ini tidak usang keberadaannya sebagai makanan khas Pati dan keuntungannya lebih menjanjikan. Bahan – bahannya cukup mudah didapat yaitu terigu, racian bumbu dan bahan alami lainnya. Sengaja pak Muji tidak mencampurnya dengan bahan kimia, yang seharusnya menggunakan soda roti diganti dengan bahan non kimia. Karena itulah moho buatan bp. dari 2 anak ini aman dikonsumsi oleh manusia. Cara pembuatannyapun sederhana sekali. Terigu dicampur dengan bumbu ditambah air secukupnya kemuadian diaduk kedalam adonan campurkan bahan pengganti soda roti. Setelah itu dikepal sesuai ukuran yang dikehendaki dan ditaruh di atas nampan dulu sebelum akhirnya dimasukkan kedalam sabruk  pengkukus setelah dalam waktu tertentu dinyatakan sudah masak barulah di angkat dari api. Perlu diketahui sebelum moho dibungkus kedalam plastic dicicipi terlebih dulu dan setelah dinyatakan layak sesuai Standard barulah boleh dibungkus hal ini dimaksutkan untuk menjaga cita rasa yang khas dari moho produksi pak Muji. Karena itu pada pengkukusan pertama dalam jumlah sedikit dan jika rasanya belum memenuhi standard yang ditentukan maka ditambah bumbu lagi sesuai kekurangan yang dirasakan. Satu buah moho ukuran standard dijual dengan harga Rp. 400    ,- dan untuk ukuran besar dijual dengan harga Rp.  200  ,-  Dalam keseharian hanya mampu memproduksi  1   kwintal, sedangkan keuntungan yang di raup dalam satu hari rata – rata sampai 40 %. Meski dibantu oleh 4 orang karyawan tetap merasa kewalahan karena peralatan yang digunakan masih manual dan sangat tradisional. Maksut hati memeluk gunung apa daya tangan tak sampai.Itulah ungkapan yang pas dialami oleh pak Muji, ia tak pernah berputus asa akan berusaha keras untuk bisa meningkatkan jumlah produksinya. Apalagi makanan moho sudah merambah dimasyarakat perkotaan bahkan dikalangan pejabat.( Ndutzkarnopati ).












1 komentar:

KELUARGA KAMPUNG POHIJO mengatakan...

mak nyoooooooooooooooooooooosss